DOA BUKA PUASA SELAMA INI SALAH?

Pertanyaan 

Ustadz, ramai di sosial media bahwasanya doa berbuka puasa yang biasa kita gunakan bersumber dari hadits dhaif sehingga tidak boleh diamalkan. Ada yang lebih shahih dan harus diamalkan. Argumennya: “Kalau ada hadits yang shahih kenapa memakai yang dhaif?” Mohon penjelasannya.

Jawaban

Lafaz doa berbuka yang dimaksud:

اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَي رِزْقِكَ أفْطَرْتُ 

Doa di atas memang menjadi lafaz doa berbuka yang masyhur dibaca oleh kaum Muslimin. Sebagian kalangan memang ada yang mempermasalahkan keabsahan doa di atas karena dipandang bersumber dari hadits dhaif. 

Kalangan ini ada yang sekedar berpendapat bahwa ada doa berbuka puasa yang lebih shahih, maka meninggalkan doa ‘lama’ yang lemah tentu lebih baik, namun ada yang sampai pada tingkatan memvonis bahwa mengamalkan doa di atas adalah perbuatan tercela alias haram. Benarkah demikian? Mari kita menelisik sejenak sumber doa di atas dalam hadits-hadits Nabawi.

Lafaz doa di atas setidaknya bersumber dari 3 lafadz hadits yang memiliki redaksi sedikit berbeda, tercantum dalam:

  • Riwayat Imam al-Daruquthni

حدثنا إسحاق بن محمد بن الفضل الزيات ثنا يوسف بن موسى ثنا عبد الملك بن هارون بن عنترة عن أبيه عن جده عن بن عباس قال: كان النبي صلى الله عليه و سلم إذا أفطر قال اللّهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَعَلَي رِزْقِكَ أفْطَرْنَا فَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْع العلِيْم

“Dari Ishaq bin Muhammad bin Fadhl al-Zayyat, dari Yusuf bin Musa dari Abdul Malik bin Harun, dari ‘Antarah, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ibnu Abbas, beliau berkata: “Nabi ﷺ jika berbuka mengucapkan: ‘allahumma laka shumna wa ‘ala rizqika aftharnaa fataqabbal minna innaka anta al-Sami’ al-‘Aliim.”

Dalam rawinya ada orang yang bernama Abdul Malik bin Harun. Dia dan ayahnya termasuk dalam golongan lemah menurut Daruquthni sendiri.

  • Riwayat Imam Thabrani

Riwayat imam At Thabrani dengan lafadz:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْحَضْرَمِيُّ، ثنا يُوسُفُ بْنُ قَيْسٍ الْبَغْدَادِيُّ، ثنا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ هَارُونَ بْنِ عَنْتَرَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَفْطَرَ قَالَ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيم

“Dari Muhammad bin Abdullah al-Hadhrami, dari Yusuf bin Qais al-Baghdadi, dari abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ibnu Abbas …”

Sama dengan riwayat Daruquthni di atas, sebab kelemahannya karena adanya Abdul Malik bin Harun.

  • Riwayat Imam Abu Daud

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، عَنْ هُشَيْمٍ، عَنْ حُصَيْنٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Dari Musaddad dari Hasyim dari Hushoin dari Mu’adz bin Zuhroh, bahwasanya telah sampai kepada beliau bahwa Nabi jika berbuka puasa, beliau mengucapkan: Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu’.”

Hadits ini adalah hadits mursal, seharusnya setelah Tabi’in itu ada sahabat yg menghubungkannya dengan Nabi, tapi hadits mursal itu terhenti pada Tabi’in dan langsung ke Nabi. Berarti ada sanad yang putus yaitu di bagian sahabat.

Kemursalan Hadits ini karena Mu’adz bin Zuhrah itu ialah seorang Tabi’in bukan sahabat. Seorang tabi’in tidak bisa meriwayatkan hadits langsung dari Nabi ﷺ karena memang tidak sezaman.

Kesimpulannya hadits berbuka puasa di atas adalah memang bersumber dari hadits yang tidak sampai derajat shahih. Sebagian menghasankan sedangkan mayoritas ulama hadits mendhaifkan. Bolehkah diamalkan?

Hadits di atas hukumnya sunnah diamalkan menurut pendapat mayoritas ulama. Bahkan doa dengan redaksi di atas sudah menjadi amalan umum dari pendapat 4 Madzhab, berikut kutipannya:

  • Madzhab Hanafi

وَمِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَقُولَ عِنْدَ الْإِفْطَارِ اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْت وَعَلَيْك تَوَكَّلْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت وَصَوْمَ الْغَدِ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ نَوَيْت فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْت وَمَا أَخَّرْت

“Dan termasuk perbuatan sunnah, berdoa ketika berbuka puasa dengan doa “Ya Allah karena-Mu aku berpuasa, dengan-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakal dan atas segala rezeki dari-Mu aku berbuka. Dan untuk puasa esok hari di bulan Ramadhan ini aku berniat, maka ampunilah aku, dosaku yang terdahulu dan yang akan datang.”

  • Madzhab Maliki

وندب أن يقول: اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فاغفر لي ما قدمت وما أخرت. وفي حديث: اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الاجر إن شاء الله تعالى.

“Dan termasuk perbuatan sunnah, disukai berdoa dengan doa: Ya Allah karena-Mu aku berpuasa, atas rezeki dari-Mu aku berbuka. Maka Ampunilah dosaku yang terdahulu dan yang akan datang. Dan dalam hadits: Ya Allah karenaMu aku berpuasa, atas rezeki dariMu aku berbuka. Telah hilang dahaga, telah basah urat kerongkongan dan telah tetap ganjaran insya Allah Ta’ala.”

  • Madzhab Syafi’i

يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَقُولَ بَعْدَ ( الْإِفْطَارِ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت ) لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ أَبُو دَاوُد بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ لَكِنَّهُ مُرْسَلٌ 

“Dan semestinya bagi orang yang berpuasa agar berdoa setelah berbuka puasa dengan membaca doa: Ya Allah karenaMu aku berpuasa dan atas rezeki dariMu aku berbuka.” Ini mengikut sunnah. Hadits ini diriwayatkan dengan isnad yang hasan namun statusnya mursal.”

والمستحب أن يقول عند إفطاره اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت لما روى أبو هريرة قال ” كان رسول الله صلي الله عليه وسلم إذا صام ثم أفطر قال اللهم لك صمت وعلي رزقك أفطرت

“Dan disukai untuk membaca doa ketika berbuka puasa: Ya Allah karena-Mu aku berpuasa dan atas rezeki dari-Mu aku berbuka, karena hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah jika berpuasa lalu berdoa, beliau berkata: “Ya Allah karena-Mu aku berpuasa dan atas rezeki dari-Mu aku berbuka.”

وَأَنْ يَقُولَ عِنْدَ فِطْرِهِ: اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Seseorang yang berpuasa, hendaklah berdoa ketika berbuka puasa: “Ya Allah karena-Mu aku berpuasa dan atas rezeki dari-Mu aku berbuka.”

  • Madzhab Hanbali

وقول ما ورد عند فطره ومنه اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت سبحانك وبحمدك اللهم تقبل مني إنك أنت السميع العليم

“Dan tentang perkataan yang datang tentang apa yang dibaca ketika berbuka puasa, di antaranya adalah doa: Ya Allah karena-Mu aku berpuasa dan atas rezeki dari-Mu aku berbuka, Maha Suci Engkau dan dengan Memuji-Mu Ya Allah terimalah dariku. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

روى ابن عباس قال: كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ” اللهم لك صمنا، وعلى رزقك أفطرنا، فتقبل منا أنك أنت السميع العليم .

“Dari Ibnu Abbas, berkata: Rasulullah ﷺ ketika berbuka puasa berkata: “Ya Allah, karena-Mu kami berpuasa dan atas rezeki dari-Mu kami berbuka, maka terimalah dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.””

 

Dhaif kok diamalkan?

Tentu para ulama tidak sembarangan dalam membuat kesimpulan hukum, karena ternyata doa berbuka puasa di atas boleh diamalkan paling tidak karena 2 alasan, yaitu:

  • Ulama tidak sepakat kedhaifannya. Kalau memang divonis dhaif, hadits tersebut tidak lemah sekali, bahkan memiliki tsawabit (penguat) dan hadits dhaif sekalipun mayoritas ulama berpendapat boleh diamalkan asalkan tidak terlalu lemah dan dalam masalah fadhilah amal.

Imam al Nawawi menyebutkan dalam kitabnya al-Azkar: “Para ulama dari kalangan ahli hadits dan ahli fiqih mengatakan: boleh dan disukai mengamalkan hadits dhaif dalam perkara fadhail a’mal, targhib (memotivasi) serta tarhiib (memberikan peringatan) selama haditsnya tidak maudhu’ (palsu)”.

  • Redaksi doa berbuka tersebut jika dihukumi dhaif termasuk hadits mursal, sedangkan hadits mursal itu punya posisi tersendiri, yang mana mayoritas ulama cenderung menerimanya. 

Berkata pensyarah kitab Sunan Abu Dawud, yakni Syeikh Muhammad Muhammad Khathab As Subki: “Tidak diketahui siapakah shahabat yang menjadi perantara antara dia (Mu’adz bin Zuhrah) dengan Nabi, namun ketidaktahuan dalam hal shahabat ini tidaklah membahayakan…(Dan dalam hadits ini) terdapat dalil mengenai pensyariatan doa ini setelah berbuka dari puasa.”

 

Kritik balik ke hadits yang dikatakan shahih

ذَهَبَ ‌الظَّمَأُ، ‌وَابْتَلَّتِ ‌الْعُرُوقُ ‌وَثَبَتَ ‌الْأَجْرُ ‌إِنْ ‌شَاءَ ‌اللهُ. 

“Telah hilang dahaga, telah basah urat kerongkongan dan telah tetap ganjaran (pahala) Insyaallah.”

Doa dengan lafadz yang dikatakan paling shahih di atas bukan berarti lepas tanpa kritik ulama hadits. Ternyata ada sebagian ulama yang juga mempermasalahkan dan ini hal biasa dalam ilmu hadits.

Maka berhentilah dari sikap mentang-mentang dishahihkan oleh ulama kesayangan, lalu kita buta dari pendapat ulama lainnya.

 

  1. Sebagian Ulama Ada yang Menguatkan dan Mendhaifkan Hadits Tersebut

Al Bazzar berkomentar “Hadits ini tidak diketahui ia diriwayatkan dari Nabi selain dari wajh ini dengan isnad ini”. Ibnu Mandah menyatakan “Hadits ini Gharib, kami tidak menuliskannya melainkan dari hadits Al-Husein bin Waqid”. Ad-Daraquthni menjelaskan “Al-Husein bin Waqiq menyendiri pada hadits ini, sedangkan isnadnya Hasan”.

Sedangkan menurut Syaikh Abdul Aziz Ath-Tharifi berkata “Perkataan Ad-Daraquthni dalam sunannya ‘isnadnya hasan’ bukanlah bermakna hasan sebagaimana istilah yang kita kenal saat ini. Tetapi yang ia maksud adalah At-Tafarrud (menyendiri) dan Al-Gharabah. 

Dan tentang hal ini ada begitu banyak contoh yang menjelaskan bagi kita (tentunya) bagi orang yang biasa mengkaji sunannya”, sehingga berkemungkinan besar bahwa maksud ad-Daraquthni dengan Hasan disini adalah Gharib, sesuai dengan penilaian ulama-ulama hadits di atas sebelumnya.

Pada sanad hadits ini juga terdapat perawi yang bernama Marwan bin Salim al Muqaffaq dan dia majhul, setidaknya menurut Imam Abu Hatim, sedangkan Imam Ibnu Mandah menghukuminya sebagai gharib.

Oleh karena itu, hadits ini juga dihukumi dhaif oleh banyak ulama hadits seperti Imam Ibnu Mandah, bahkan Ibnu Qayyim dalam Zaad al Ma’ad menyebutkan hadits ini dengan shigat tad’if/tamridh dan ia juga diingkari oleh Imam Adz-Dzahabi dalam al Kasyf al Hatsits.

 

  •  Penempatannya Lebih  Tepat  Setelah berbuka.

Sebagian ulama ada juga yang mengkritik hadits tersebut layaknya dia dibaca setelah berbuka bukan ketika mau berbuka karena dari artinya sendiri jelas yakni “Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala telah ditetapkan, insya Allah

Kesimpulan

Doa berbuka puasa seperti yang lazim dibaca adalah amalan yang tsabit dan boleh diamalkan menurut pendapat ulama empat Madzhab dan hadits yang dikatakan lebih shahih ternyata juga tidak lepas dari kritikan. 

Silahkan diamalkan tanpa perlu menyalahkan satu sama lain. Mungkin yang lebih tepat bukan menggunakan slogan: “Kalau ada hadits yang shahih kenapa memakai yang dhaif?”, akan tetapi, “Kalau ada dua pilihan doa, kenapa harus maksa memakai satu saja?” 

Ketika sebelum berbuka membaca: “Bismillah, Allahumma laka sumtu,” setelah berbuka membaca: “Dzahabat dzama’u” cakep bukan?

 

Wallahu a’lam

 

[1] Sunan Daruquthni nomor hadits 2.

[2] Mu’jam al Kabir nomor hadits 12720.

[3] Sunan Abu Daud nomor hadits: 2346 dan Al-Maraasil li-Abi Daud (1/124)

[4] Tabyin Al Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq (4 /178).

[5] Syarah Al-Kabir Syaikh Dardir (1/ 515), Hasyiyah Ash-Shawi ala Syarh Ash Shaghir (3/249), Mukhtashar Al-Khalil (3/306)

[6] Atsna Al-Mathalib (5/337)

[7] Majmu’ Syarh al Muhadzab (6/362)

[8] Minhaj Ath Thalibin (1/108)

[9] Ar-Raudh Al-Murabba’ (1/37)

[10] Asy-Syarh Al-Kabir Ibnu Qudamah (3/79).

[11] Al Manhal Al ‘Adzb Al Maurud Syarh Sunan Abi Dawud (10/81).

 

 

Related Articles

Safar dan Adab-Adabnya Bagian II

𝟰. 𝗠𝗲𝗻𝗷𝗮𝗴𝗮 𝗱𝗼𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗱𝘇𝗶𝗸𝗶𝗿 𝘀𝗮𝗳𝗮𝗿 Disunnahkan bagi musafir untuk memperbanyak doa dan dzikir selama safarnya, karena doa seorang musafir termasuk yang mustajabah, sebagaimana disebutkan…